PHK (Regulasi Lama & Baru)



Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja atau yang sering disingkat dengan kata PHK. PHK sering kali menimbulkan keresahan khususnya bagi para pekerja. Bagaimana tidak, Keputusan PHK ini tentunya akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dan masa depan para pekerja yang mengalaminya dan keluarganya. Bagaimana aturan Pemutusan Hubungan Kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan?

Dasar/ Fondasi sebuah hubungan kerja adalah Perjanjian Kerja. Tanpa adanya Perjanjian kerja, maka tidak akan ada yang namanya Hubungan Kerja. 
Dalam perjanjian kerja ditentukan jenis pekerjaan, besarnya upah dan hubungan perintah kerja yang menjadi hak dan kewajiban Pengusaha dan Pekerja.

Pengertian PHK

Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak terlepas dari pengertian Hubungan Kerjanya itu sendiri. 
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021, Hubungan Kerja adalah hubungan diantara Pengusaha dan Pekerja berdasarkan Perjanjian Kerja, 
Jika Hubungan Kerja tersebut diakhiri (diputus), maka munculah yang namanya Pemutusan Hubungan kerja (PHK). Menurut PP No. 35 Tahun 2021, Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran Hubungan Kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban diantara Pekerja dan Pengusaha.

Berbeda dengan perjanjian kerja yang membentuk sebuah Hubungan Kerja, PHK mengakhiri sebuah Hubungan Kerja. Dengan berakhirnya Hubungan Kerja, maka hak dan kewajiban diantara Pengusaha dan Pekerja menjadi berakhir. 
Pekerja tidak lagi wajib melakukan pekerjaan dan karenanya Pekerja tidak berhak mendapatkan upah atau gaji. Sebaliknya, Pengusaha tidak wajib membayar upah dan karenanya tidak berhak menuntut Pekerja untuk bekerja.
Salah satu tujuan diaturnya hubungan ketenakerjaan melalui hukum adalah untuk membuat posisi antara pengusaha dan pekerja menjadi lebih seimbang. Hal ini dapat dicapai melalui 3 upaya yaitu upaya kepastian hukum, kepastian hidup, dan kepastian hari tua.

Jenis-jenis PHK

Pemutusan hubungan kerja dibagi menjadi beberapa macam tergantung pada penyebabnya. 
Merujuk pada lazimnya yang terjadi di Lapangan, jenis-jenis PHK dibagi menjadi 2 (dua), antara lain yaitu : 

1. PHK Sukarela
Apa itu PHK Sukarela? 
Pemahamannya adalah Seorang Pekerja/ karyawan dapat secara sukarela memutuskan hubungan kerja dengan Pemberi Kerja/ perusahaan.

Seorang Pekerja/ karyawan yang memutuskan hubungan kerja dengan Pemberi Kerja/ perusahaan biasanya karena telah menemukan pekerjaan dengan nilai Upah yang jauh lebih baik, atau untuk memulai bisnis/ usaha sendiri, atau beristirahat sejenak dari pekerjaan atau pensiun hingga meninggal dunia.
Pemutusan hubungan kerja secara sukarela juga bisa merupakan hasil dari pemecatan yang konstruktif. Ini artinya, si Pekerja/ karyawan tidak memiliki opsi/ pilihan lain.

Atau bisa saja karena Pekerja/ Karyawan selama masa bekerja selalu berada di bawah tekanan yang cukup signifikan dan kondisi kerja yang sulit seperti gaji terlalu rendah ; pelecehan ; lokasi kerja yang jarak tempuhnya terlalu jauh atau terlalu melelahkan hingga mengalami jenuh ; peningkatan jam kerja serta hal lainnya. Biasanya hal-hal tersebut juga memaksa Pekerja/ karyawan untuk mengundurkan diri sendiri dengan membuktikan bahwa tindakan atasannya selama masa kerja yang melanggar hukum sehingga karyawan dapat berhak atas kompensasi atau tunjangan.
Seorang karyawan yang secara sukarela meninggalkan pekerjaannya juga diharuskan untuk memberitahu atasan terlebih dahulu baik secara lisan maupun tertulis.

2. PHK Tidak Sukarela

Biasanya ini terjadi ketika kondisi ekonomi sedang tidak bagus. Contoh misal seperti saat terjadinya Krisis Moneter tahun 1998 atau saat terjadinya Pandemi Covid-19 baru-baru ini, mungkin PHK secara tidak sukarela lebih banyak terjadi.
Perusahaan yang melakukannya biasanya mengurangi biaya operasional dan menstruktur ulang perusahaan agar dapat bertahan.

Sedangkan merujuk pada Undang-undang, jenis-jenis PHK adalah sebagai berikut : 

1. PHK Demi Hukum
Pada jenis ini, penyebab dilakukannya PHK adalah pekerja meninggal atau jangka waktu perjanjian kerja telah habis. Oleh karena itu, perusahaan tidak perlu memberikan surat PHK karena pelaksanaannya sudah otomatis.

2. PHK Karena Melanggar Perjanjian Kerja
Karyawan juga bisa diberhentikan secara sepihak. Nah, pada jenis ini, penyebab PHK adalah karena mengundurkan diri atau karena pelanggaran terhadap perjanjian kerja. Jadi tindakan ini dilakukan oleh salah satu pihak atas kemauan sendiri, bukan diperintahkan oleh aturan.

3. PHK Karena Kondisi Tertentu
Kondisi tertentu yang menyebabkan PHK adalah ketika pekerja mengalami sakit berkepanjangan, efisiensi perusahaan, kepailitan, maupun kerugian terus-menerus.

4. PHK Karena Kesalahan Berat
Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu alasan diperbolehkannya PHK adalah karena pekerja melakukan kesalahan berat seperti penipuan, penggelapan barang perusahaan, menyerang atau menganiaya rekan kerja, membocorkan rahasia perusahaan selain untuk kepentingan negara, dan sebagainya.

Pada Undang-undang Ketenagakerjaan, alasan yang mendasari PHK dapat ditemukan dalam pasal 154A ayat (1) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) jo Undang-undang No. 11 tahun 2020 (UU Cipta Kerja/ Omnibus Law) dan peraturan pelaksananya yakni pada pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021)

Ketentuan hukum ketenagakerjaan  nasional pada prinsipnya mengenai PHK menyatakan bahwa berbagai pihak dalam hal ini adalah Pengusaha, Pekerja, Serikat Pekerja, dan Pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK {pasal 151 ayat (1) UU 13/2003 jo. pasal 37 ayat (1) PP 35/2021}

Lebih lanjut PP 35/2021 pada Bab V, khusus mengatur pemutusan hubungan kerja, dengan rincian:  

Pasal 36 mengenai berbagai alasan yang mendasari terjadinya PHK. Alasan PHK mendasari ditentukannya penghitungan hak akibat PHK yang bisa didapatkan oleh pekerja.

Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 mengenai Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja sejak tahap pemberitahuan PHK disampaikan hingga proses PHK di dalam perusahaan dijalankan. Lebih lanjut bila PHK tidak mencapai kesepakatan tahap berikutnya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40 sampai dengan Pasal 59 mengenai Hak Akibat Pemutusan Hubungan Kerja yakni berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang pisah. Penghitungannya berdasarkan alasan/dasar dijatuhkannya PHK. Hal ini juga termasuk keadaan terpaksa atau force majeure ; karena adanya sesuatu hal diluar kendali.
Dalam kasus ini tentu saja PHK adalah suatu hal yang tidak dapat dikendalikan baik oleh karyawan, perusahaan, pegawai maupun pemerintah. Dalam keadaan tersebut, perusahaan tentu saja diharuskan memberi sejumlah imbalan atau pesangon kepada karyawan sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.