Perjanjian Kerja menurut UU Cipta Kerja (Omnibus Law)


Jenis Pekerjaan

Dalam dunia kerja, adanya perjanjian/ kontrak kerja ini penting lantaran memberikan dasar hukum yang pasti bagi Pekerja dan Pemberi Kerja

Maka dari itu, tujuan dibuatnya Perjanjian/ Kontrak Kerja adalah untuk memastikan bila Pekerja dan Pemberi kerja memiliki pemahaman yang sama dan jelas terkait apa yang diharapkan selama masa kerja berlangsung.

Pada 16 Februari 2021 lalu, Pemerintah telah terbitkan 49 peraturan pelaksana Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja)

49 Peraturan tersebut terdiri dari 45 Peraturan Pemerintah (PP) dan ; 4 Peraturan Presiden (Perpres)

Salah satu PP yang dikeluarkan adalah PP No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP no. 35/2021) 

Kontrak Hukum meringkas sebagian ketentuan dari PP 35/2021 yang berkaitan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan alih daya. 
Untuk mengetahui isinya, simak penjabaran saya di bawah ini.

Berdasarkan Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan no.13 Tahun 2003, Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.  

Perjanjian kerja sendiri dikualifikasikan dalam 2 (dua) jenis yakni :
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan;

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)


Apa itu PKWT ?

PKWT dan PKWTT lebih spesifik dimuat dalam PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan waktu istirahat dan PHK (PP 35/2021). 
Dalam Pasal 1 angka 10 disebutkan bahwa PKWT adalah Perjanjian Kerja antara Pekerja/ Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan Hubungan Kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. 
Selanjutnya dalam Pasal 1 Angka 11 disebutkan bahwa PKWTT adalah Perjanjian Kerja antara Pekerja/ Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan Hubungan Kerja yang bersifat Tetap.

Jadi, Pemahaman sederhananya begini, PKWT dimana istilah umumnya adalah kerja kontrak, yang memiliki ciri utamanya yaitu adanya batas waktu. 
Semisal, perjanjian kerja sebagai civil engineering dalam proyek pembangunan. Tentu yang namanya pembangunan tidak berlangsung selamanya. Oleh sebab itu dalam perjanjian kerja, harus jelas kapan pekerjaan akan berakhir. Bisa 1 atau 2 tahun, tergantung kebutuhan.

Berbeda dengan PKWTT, yang istilah umumnya adalah kerja tetap
Disebut pekerja tetap, tentu karena tidak ada batas waktunya, contohnya, pegawai negeri sipil. PKWTT biasanya dipakai untuk pekerjaan yang memang tidak bisa diperkirakan kapan akan berakhir.

PKWT harus dibuat secara tertulis, serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. 
Namun demikian, dalam Pasal 2 ayat (2) PP 35/2021 disebutkan bahwa Perjanjian Kerja dibuat secara tertulis atau lisan. 
Hal ini akan menimbulkan permasalahan hukum apabila perjanjian kerja dibuat secara lisan, mengingat dalam Pasal 14 PP 35/2021 disebutkan bahwa PKWT harus dicatatkan oleh Pengusaha pada Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. 
Bagaimana melakukan pencatatan pada perjanjian yang bahkan wujudnya saja tidak ada apabila perjanjian dibuat secara lisan?

PKWT wajib dicatatkan oleh Pengusaha pada Kementerian Bidang ketenagakerjaan secara Daring paling lama 3 hari sejak penandatanganan PKWT
Apabila pencatatan daring belum tersedia, maka pencatatan PKWT dilakukan oleh Pengusaha secara tertulis pada Kanwil Dinas Bidang Ketenagakerjaan Kab/ Kota paling lama 7 Hari setelah Penadatanganan PKWT.

Dalam kaitannya dengan PKWT sendiri diperlukan prasyarat yang diatur dalam Pasal 59 UU Cipta Kerja, yakni perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu sebagai berikut :

• Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya ;

• Pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama ;

• Pekerjaan yang bersifat musiman ;

• Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau

• Pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. 


Sementara itu, PKWTT yang tidak memenuhi ketentuan tersebut demi hukum menjadi PKWTT (pekerja tetap). Dimana berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7 PUU-XII/2014 sepanjang frasa ”demi hukum”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pekerja/ buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat :
"Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding: dan
Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berasarkan peraturan perundang-undangan”.

Berdasarkan Pasal 4 dan 5 dalam PP 35/2021 ; PKWT dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yakni :

• PKWT berdasarkan jangka waktu, dibuat untuk pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama (paling lama lima tahun), • Pekerjaan yang bersifat musiman yang pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca atau kondisi tertentu, 
• Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu, dibuat untuk pekerjaan yang sekali selesai atau pekerjaan yang sementara sifatnya.
PKWT yang dapat dilaksanakan terhadap pekerjaan tertentu lainnya yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap, berupa pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta pembayaran upah Pekerja/Buruh berdasarkan kehadiran. PKWT dapat dilakukan dengan Perjanjian Kerja harian.
PKWT untuk Jangka waktu berdasarkan PP 35/2021 perjanjian kerja paling lama 5 (lima) tahun dapat dilakukan perpanjangan PKWT berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dan Pekerja dengan jangka waktu tidak lebih dari 5 Tahun. 

PP 35/2021 tidak mengatur akibat hukum apabila kontrak lebih dari 5 Tahun. Sementara PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu dapat dilakukan perpanjangan hingga pekerjaan tersebut selesai (tanpa batas waktu).

Mengapa PKWT dalam UU Cipta Kerja Dipermasalahkan?

Undang-Undang yang lama, yaitu UU no.13 Tahun 2003 mewajibkan perjanjian kontrak (PKWT) dibatas menjadi 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun. Perpanjangan ini cuma dapat dilakukan sekali. Apabila ingin diperpanjang lagi, maka pekerja atau buruh harus diangkat menjadi karyawan tetap. Ini diatur dalam Pasal 59 ayat (4) UU no.13 Tahun 2003 (UU Ketenagakerjaan)

Tentu ini memberikan keuntungan untuk para pekerja. Karena status sebagai pekerja tetap jauh lebih memberi kepastian atau job security/ satpam, ketimbang pekerjaan kontrak. Apalagi biasanya ada fasilitas tertentu yang hanya bisa dinikmati karyawan tetap.

Masalahnya, kewajiban perpanjangan ini ternyata sekarang dihapus. UU Cipta Kerja tidak memuat pasal tentang batasan pekerjaan kontrak. Sehingga ketika Pasal 59 ayat (4) dihapus, maka karyawan kontrak dapat terus dipekerjakan tanpa wajib diangkat sebagai pekerja tetap.

Isu ini tentu menjadi perdebatan baik diantara akademisi maupun praktisi. Sebab seperti yang diketahui, di-Indonesia perlindungan terhadap buruh masih sangat rendah. Tidak menutup kemungkinan hal ini akan memberi ruang untuk terjadinya eksploitasi terhadap pekerja-pekerja di daerah.

PKWT dalam PP No. 35 Tahun 2021

PKWT dalam UU Cipta Kerja kemudian diatur lebih lanjut, dalam PP No. 35 Tahun 2021 yang baru-baru disahkan Presiden Jokowi. 

Menariknya Dalam beleid tersebut, ditetapkan jangka waktu maksimal bagi perusahaan untuk menyelenggarakan kontrak PKWT maksimal selama 5 tahun.
Artinya, apabila sebelumnya PKWT hanya maksimal 2 tahun untuk satu kali kontrak, saat ini menjadi jauh lebih panjang. Namun pertanyaannya, bagaimana ketika jangka PKWT yang 5 tahun ternyata belum cukup? Apakah dapat berujung pada pengangkatan karyawan tetap?

Sayang, PP no. 35 Tahun 2021 sepertinya tidak memungkinkan hal ini terjadi. Sebab disebutkan dalam Pasal 7 ayat (4), bahwa ketika pekerjaan tertentu belum dapat diselesaikan sesuai waktu yang disepakati, maka dapat diperpanjang hingga pekerjaannya selesai.

Artinya, memang tidak ada batasan PKWT untuk diperpanjang. Melainkan hanya bergantung pada konteks pekerjaan dalam perjanjian. Ketentuan yang selama ini banyak diprotes oleh masyarakat, memang benar-benar diubah.

Bisa dipastikan, hal ini akan menuai protes panjang di ruang publik. Karena bagaimanapun, ini sama saja dengan menghilangkan kepastian bagi para buruh kontrak. Mereka berpotensi akan dikontrak seumur hidup tanpa batasan yang jelas. Apalagi ketika sudah mencapai usia kurang produktif, pengusaha dapat dengan mudahnya tidak memperpanjang kontrak bagi pekerja.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu juga tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. (Pasal 58 ayat 1 UU Cipat Kerja). Ayat 2 yang menyatakan Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.

Perjanjian kerja berakhir (- berdasarkan Pasal 61 (1) UU Cipta Kerja) ; apabila: 

• Pekerja/buruh meninggal dunia ;

Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja ; (pekerja mendapat kompensasi)

• Selesainya suatu pekerjaan tertentu ; (pekerja mendapat kompensasi)

• Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap ; atau

• Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Tetapi tidak seperti ketentuan pada UU Ketenagakerjaan sebelumnya (UU No.13 Tahun 2003), para pekerja PKWT kini berhak mendapatkan pesangon sebagai kompensasi apabila mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Sementara itu, berdasarkan Pasal 40 ayat (2) PP ; PKWT ditetapkan bahwa besarnya uang pesangon yang diberikan tergantung dari lama masa kerjanya, yakni sebagai berikut:

• Masa kerja kurang dari 1 tahun = 1 bulan upah;
• Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah;
• Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah;
• Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah;
• Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan upah;
• Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan upah;
• Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun = 7 bulan upah;
• Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun = 8 bulan upah;
• Masa kerja 8 tahun atau lebih = 9 bulan upah.

Ketentuan tersebut justru semakin menguntungkan para pekerja PKWT, 
hal ini dikarenakan Para Pekerja bisa menerima pesangon yang disesuaikan dengan masa kerja mereka. 
Apabila dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya dalam Pasal 62 UU Ketenagakerjaan (UU no.13 Tahun 2003), pekerja PKWT yang terkena PHK hanya berhak mendapatkan ganti rugi sebesar upahnya sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja

Akan tetapi batas waktu perjanjian kerja untuk pekerja PKWT pada UU Cipta Kerja ini memberi lebih banyak fleksibilitas kepada para pengusaha dalam menentukan batas waktu berlakunya perjanjian dengan para pekerja PKWT mereka. 
Hal ini dikarenakan ketentuan Pasal 81 UU Cipta Kerja menghapus ketentuan dalam Pasal 59 UU Ketenagakerjaan .

Hal tersebut mengakibatkan saat ini pengusaha dapat membuat perjanjian PKWT yang lebih fleksibel sesuai dengan kebutuhannya dengan batasan waktu yang lebih panjang. Kemudian ketentuan baru dalam Pasal 8 ayat (1) PP PKWT menetapkan bahwa perjanjian dengan pekerja PKWT dapat dibuat hingga 5 tahun.

Kemudian dalam ayat (2) ditetapkan bahwa apabila jangka waktu PKWT akan berakhir dan pekerjaan yang dilaksanakan belum selesai, maka dapat dilakukan perpanjangan PKWT dengan jangka waktu sesuai kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja. Perpanjangan waktu yang dimaksud juga dibatasi, yakni tidak boleh lebih dari 5 tahun.

Namun, tidak seperti ketentuan sebelumnya (UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003) ; pada ketentuan sekarang ini (UU Cipta Kerja) tidaklah ditetapkan berapa kali perpanjangan PKWT yang dapat dilakukan. 
Artinya, meskipun masa perpanjangan PKWT telah berakhir dalam 5 tahun, Pemberi Kerja/ Pengusaha tetap dapat melakukan perpanjangan lagi dengan alasan yang sama. 


Dasar Hukum :

• Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
• Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
• Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja