Seputar Hukum Waris & Persyaratan Penetapan Ahli Waris di Pengadilan

HUKUM WARIS

Kompilasi Hukum Islam (KHI) mendefinisikan anak angkat dalam pasal 171 huruf (h) sebagai :”anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orangtua asal kepada orangtua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan”. Sedangkan hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing;
Pengangkatan anak, adopsi, selayaknya dilakukan dengan sebuah putusan Pengadilan. Dengan menggunakan putusan Pengadilan maka dapat dijadikan sebagai bukti autentik tentang adanya pengangkatan anak. Bila dikemudian hari ada sengketa tentang pengangkatan anak tersebut maka putusan Pengadilan dapat dijadikan sebagai alat bukti.
Dalam hukum kewarisan anak angkat tidak termasuk ahli waris, karena secara biologis tidak ada hubungan kekeluargaan antara anak angkat dengan orangtua angkatnya kecuali anak angkat itu diambil dari keluarga orangtua angkatnya. Karena bukan ahli waris, maka anak angkat tidak mendapatkan bagian sebagai ahli waris dari warisan orangtua angkatnya. Walaupun tidak mendapat warisan dari orangtua angkatnya akan tetapi anak angkat mendapat wasiat wajibat untuk mendapatkan harta warisan orangtua angkatnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh KHI dalam pasal 209 ayat (a) :”Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orangtua angkatnya”.

Kalaulah pengangkatan anak itu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka tidak akan menimbulkan sengketa kewarisan. Sebab sudah jelas kedudukan anak angkat tidak sebagai ahli waris dari orangtua angkatnya, anak angkat dapat menerima warisan orangtua angkatnya dengan jalan wasiat wajibat. Tetapi faktanya ada sengketa kewarisan antara anak angkat dengan ahli waris orangtua angkat sebagaimana kasus dibawah ini.

Seorang pewaris tidak mempunyai anak dan kedua orangtuanya sudah meninggal dunia tetapi mempunyai seorang anak angkat dan meninggalkan beberapa orang ahli waris yang terdiri dari saudara-saudara kandung pewaris. Para saudara kandung pewaris ini menggugat anak angkat pewaris di Pengadilan Agama terhadap warisan pewaris, karena warisan pewaris dikuasai oleh anak angkat tanpa mau berbagi dengan para saudara pewaris. Menurut para saudara pewaris karena pewaris sudah tidak punya orang tua dan tidak mempunyai anak kandung, maka mereka sebagai saudara-saudara pewarislah yang menjadi ahli waris pewaris sedang anak angkat tidak mendapat warisan tetapi hanya mendapat wasiat wajibat.

Dalam pemeriksaan di persidangan anak angkat pewaris membantah gugatan saudara-saudara pewaris bahwa ia bukan anak angkat pewaris tetapi ia adalah anak kandung pewaris dan oleh karena pewaris mempunyai anak kandung maka saudara-saudara pewaris terhalang (terhijab) untuk mendapat warisan pewaris. Maka sudah sesuai dengan ketentuan hukum kalau ia menguasai harta warisan pewaris.

Para saudara-saudara pewaris dan anak angkat pewaris bersikukuh pada pendiriannya masing-masing.

Dalam acara pembuktian saudara-saudara pewaris mengajukan bukti 2 orang saksi yang mengetahui pengangkatan anak tersebut yang salah satu dari saksi itu adalah ibu kandung anak angkat pewaris. Dalam kesaksiannya ibu kandung anak angkat pewaris menyatakan bahwa benar anak angkat pewaris itu adalah anak kandung saksi dengan suaminya yang diambil anak angkat oleh pewaris. Sewaktu diambil sebagai anak angkat saksi masih di rumah sakit bersalin dan semua administrasi diatas namakan pewaris. Surat keterangan lahir dibuat ayah kandungnya atas nama pewaris. Semua surat menyurat yang berkenaan dengan kelahiran anak angkat diatas namakan pewaris. Anak angkat mengajukan bukti dengan akta kelahiran yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Dalam akta kelahiran tersebut tertulis bahwa anak angkat tersebut sebagai anak kandung pewaris.

Tentang alat bukti dapat disampaikan bahwa alat bukti surat berupa akta kelahiran yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil adalah akta otentik yang mempunyai nilai pembuktian yang sempurna. Kesaksian adalah kepastian yang diberikan di depan persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak yang berperkara di pengadilan. Batas minimal saksi adalah 2 orang. Kekuatan kesaksian 2 orang saksi bersifat bebas (vrij bewijs kracht), maksudnya hakim bebas untuk memberikan penilaian. Dalam kasus diatas jalan keluar yang dianjurkan adalah pemeriksaan DNA. Pengadilan memerintahkan untuk pemeriksaan DNA terhadap anak angkat, untuk ditetapkan adakah hubungannya biologis dengan orangtua angkatnya atau yang mengaku sebagai orangtua kandungnya (salah satu dari saksi). Dengan pemeriksaan DNA dapat dipastikan apakah anak angkat adalah anak kandung pewaris atau bukan.

Perbedaan antara Surat Keterangan Waris, Akta Waris dan Penetapan Ahli Waris :

1. Surat Keterangan Waris 
- Surat Keterangan Waris adalah bagi warga negara Indonesia penduduk asli / pribumi.
Surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia;
 
2. Akta keterangan hak mewaris dari Notaris: bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa:

3. Penetapan Ahli Waris
a. Bagi yang beragama islam baik itu pewaris dan ahli waris.
Dalam pembuatan penetapan ahli waris/Fatwa Waris di buat dan di ajukan di Pengadilan Agama.
b. Bagi yang beragama Non Muslim.
Penetapan ahli waris di buat dan di ajukan di Pengadilan Negeri.

Manfaat dari Surat Keterangan waris, akta waris dan Penetapan Ahli Waris adalah digunakan untuk balik nama sertifikat atau untuk membuat sertifikat yang asal kepemilikannya dari pembagian waris. Sebagaimana diatur dalam Pasal 111 ayat (1) huruf c butir 4. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Persyaratan Mengajukan Penetapan Ahli Waris di Pengadilan Agama.

Ada terdapat beberapa instansi pelayanan tetap meminta Penetapan Ahli Waris dari Pengadilan meski sudah ada Surat Pernyataan atau Keterangan Ahli Waris yang ditandangani Lurah sampai Camat. Seperti Bank, ketika Ahli Waris mau ambil tabungan Pewaris maka Pegawai Bank meminta Penetapan Ahli Waris dari Pengadilan karena dianggap lebih mempunyai kekuatan hukum. Sebut saja, Badan Pertanahan Nasional (BPN) di DKI Jakarta, sama meminta Penetapan Ahli Waris dari Pengadilan sebagai syarat balik nama sertipikat tanah dari atas nama Pewaris menjadi atas nama Ahli Waris.

Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, ini persyaratan yang harus disiapkan untuk mengajukan Penetapan Ahli Waris. 

1. Foto copy KTP Pemohon semua Ahli Waris;
2. Foto copy akta nikah Pewaris;
3. Foto copy Kartu Keluarga Pewaris;
4. Foto copy akta kelahiran semua anak dari Pewaris; 
5. Foto copy surat kematian Pewaris; 
6. Foto copy surat kematian orang tua pewaris; 
7. Surat Keterangan Ahli Waris dari Kelurahan;

Semua bukti tersebut harus diberi materai Rp10.000 dan distempel Pos di Kantor Pos besar. Setiap Kota/ Kabupaten ada terdapat Kantor Pos.

Semoga informasinya bermanfaat.