Menilik Perselingkuhan dari Sudut Pandang Hukum


Paradoks Perselingkuhan


Seringkali baca di timeline medsos, baik IG, Twitter, FB, isinya postingan perempuan-perempuan yang sengit mencerca pelakor (meskipun suami mereka baik-baik saja, nggak nyeleweng).

Seringkali juga baca berita, istri-istri menjadi kalap dan melakukan tindak kekerasan ke perempuan lain, yang berselingkuh dengan suaminya. Bahkan disertai videonya.

Ada apa dengan psikologi perempuan?,
Kenapa bisa merasa begitu insecure terhadap perempuan lain?

Kenapa tingkahnya bisa sangat reaktif, absurd, emosional bahkan sekejam iblis seperti misal, memasukkan sambal ke vagina perempuan lain, sementara penis suaminya nggak ikut ‘disambelin’ juga?


Kenapa sulit buat para Perempuan untuk bersikap rasional, kenapa sulit untuk melihat bahwa perselingkuhan itu terjadi karena MUTUAL CONSENT (persetujuan bersama ; di iyakan oleh Suami)
Maka itu menjadi kesalahan fatal bersama, dan logisnya, sewajibnya dikenai hukum bersama-sama juga?

Kenapa para Wanita berstatus Istri sepertinya hanya berani melawan sesamanya perempuan saja, kenapa bukan Suaminya yang duluan di jedotin?, padahal kan yang mengkhianati pernikahan adalah suaminya? {Kan pada komitmen pernikahan ; kalian (suami-istri) yang saling berjanji untuk setia ; Nah, jedotin lah suamimu sendiri karena dia pihak yang melanggar komitmen pernikahan kalian}


Ada apa dengan perempuan?
Kenapa jiwanya seolah gelisah dan penuh kemarahan yang meluap..?

Menahan derita sebesar apakah sampai segitu emosionalnya?
Menahan rasa takut apakah, sampai segitu se-defensifnya?, Sampai kehilangan nalar, atau akal sehat,

Kalau dibahas, ini akan bisa panjang karena latar belakang dan sejarahnya juga panjang. Dan akan membutuhkan perenungan yang mendalam. Karena sudah merambah ke alam bawah sadar.



Oleh karena itu, sebelum membahas hal yang serumit ‘penggalian bawah sadar’ ; 

Mari kita bahas hal yang praktis saja terlebih dahulu, yang langsung berkaitan dengan pasal-pasal dalam KUH Pidana (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) untuk menambah wawasan hukum, mendapatkan suatu pencerahan agar nalar tetap terjaga kewarasannya.

“Para Pembaca, khususnya kaum Wanita, belajar dari hal kecil dulu ; apa dampak yang menunggu jika perselingkuhan pasangan dan apa akibat hukumnya dari bertindak dengan berdasarkan emosi dan tidak berhati-hati karena buta akan hukum.”
“Salah-salah, karena ketidak-tahuan anda, justru anda yang dilapor balik siPelakor ke polisi, kena sanksi denda dan kurungan ; ehhh Pelakor dan Suami anda melenggang, dan malah makin lengket.” 😁

---------------------------------------



SUAMI SELINGKUH APA BISA DI LAPORKAN KE POLISI atau DIBAWA KE RANAH HUKUM?,


Sejatinya dalam kacamata hukum positif yang dianut oleh Indonesia itu tidak mengenal istilah "perselingkuhan"
Baik itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun aturan hukum pidana lainnya.


Hukum Pidana atau KUHP hanya mengenal istilah "gendak (overspel)" atau dengan pemahaman sederhananya atau dengan bahasa yang bisa dicerna yaitu, Zina/ Perzinahan.
Perzinahan yang dimaksud disini adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya.

Berikut ini adalah pasal pidana tentang perbuatan zina yang dikutip dari Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh Prof. Moeljatno, S.H, :


1. Pasal 284 KUHP ayat (1) ke-1a., “Diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan, seorang pria telah nikah yang melakukan zina, padahal
diketahui, bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.”

2. Pasal 284 KUHP ayat (1) ke-2b., “Diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan, seorang wanita tidak nikah yang turut serta melakukan
perbuatan itu padahal diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah nikah
dan pasal 27 BW berlaku baginya.”


Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal, yaitu Zinah adalah

persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan
perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya.

Patut untuk digaris bawahi point penting dalam pasal 284 KUHP tersebut yakni untuk dapat memenuhi unsur yang dikatakan sebagai perzinahan (Supaya masuk/ berlakunya pasal) ini, sebagaimana penjelasan diatas adalah harus telah melakukan hubungan badan (penetrasi alat kelamin) atas dasar suka sama suka tidak ada unsur paksaan dari salah satu pihak.

Pada sudut pandang masyarakat awam, atau buta hukum, bahwa apabila seorang suami melakukan bercakap-cakap atau ngobrol (chattingan), baik online/ offline ; berciuman atau peluk-pelukan dengan perempuan lain yang bukan istrinya sudah merupakan kategori melakukan perselingkuhan,

Ironisnya kontradiktif, jauh berbeda halnya dari perspektif hukum Indonesia.
Pasal tersebut menekankan keharusan telah terjadinya hubungan badan, jika cuman sekedar chattingan, ketemuan, peluk-pelukan, raba-rabaan atau cium-ciuman ; penerapan pasal tersebut tidaklah berlaku. 

Nah loh, tidak berlaku. Lalu bagaimana?,😁

Dari sisi inilah, seorang istri sah yang merasa dikhianati memerlukan cukup bukti yang bisa mendukung pembuktian makna perzinahan dari perpespektif hukum yang dianut KUHP tersebut.
Karena pada pasal 284 ayat (1) KUHP suami baru dapat dikenakan ancaman pidana penjara selama 9 bulan atas laporan istri di Kepolisian dengan bukti yang kuat.

Tanpa pengaduan sang Istri ke pihak Kepolisian, maka tidak dapat dilakukan penuntutan dan langkah-langkah hukum. 

Pasal perzinahan ini mensyaratkan atas dasar pengaduan oleh pasangan resmi yang dirugikan.

Pasal perzinahan 284 KUHP dalam bahasa hukumnya dikenal dengan delik aduan (klacht delict) yang mutlak atau absolut. Tidak dapat diajukan berdasarkan laporan pihak keluarga, sahabat, maupun tetangga terdekat baik itu RT/RW alias tidak semua orang bisa melaporkannya. Dicatat yaa, hanya pasangan resmi dari pelaku perzinahan yang berhak melaporkan tindak perzinahan.
Polisi tidak bisa menangkap pelaku perzinahan tanpa laporan dari pasangan resmi pelaku perzinahan.


Lantas bagaimana nasib "Pelakor" atau Wanita si Penggoda Suami dalam pertanggung-jawaban hukum?



Istilah ‘perebut laki orang’ atau yang biasa disebut ‘pelakor', menjadi tren karena pemberitaan tentang seorang wanita yang menjadi pihak ketiga dalam suatu hubungan perkawinan. 
Berbicara tentang pelakor, istilah tersebut tidak diatur secara khusus/ spesifik dalam hukum positif di Indonesia.
Namun jika dilihat dari bentuk perbuatannya, ada beberapa aturan hukum yang bisa digunakan terhadap sipelakor.

Dalam pasal 284 KUHP ini, juga menjerat perempuan (Pelakor) dengan ancaman tuntutan pidana penjara yang sama selama 9 bulan. Jadi keduanya harus sama dituntut ya;


Dalam kenyataannya, pada pasal perzinahan ini, untuk membuktikan suami atau istri telah melakukan perzinahan diperlukan alat bukti yang diakui oleh hukum yaitu pada Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur, yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa.

Semua alat bukti yang diajukan oleh pihak yang dirugikan (istri) tersebut harus bisa menunjukkan bahwa unsur telah terjadi hubungan badan dan kesengajaan dapat dibuktikan kepada pelaku.

Nah, selanjutnya, apakah sang istri akan melanjutkan upaya hukum ke pihak kepolisian atau memilih jalan yang lain?

Disini telah disisipkan tentang secercah edukasi hukum,

Mengenai pilihan istri sah yang tidak melakukan penyerangan secara fisik dan penganiayaan pada pelakor, tidak menghina dihadapan publik, dan mampu mengumpulkan bukti-bukti petunjuk yang dapat dikumpulkan adalah hasil edukasi yang tepat.

Artikel ini juga merupakan salah satu pencerahan hukum, walau secercah, guna untuk kaum Wanita agar jangan sampai terjadi sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Sudah menjadi korban perselingkuhan, bisa dituntut pidana pula akibat penganiayaan atau perbuatan yang tidak menyenangkan akibat dari menyerang si pelakor.


Dari sudut pandang hukum perdata, istri yang mengetahui bahwa suaminya berselingkuh dengan wanita lain, bisa menjadikan perbuatan suaminya tersebut :

1. Sebagai dasar alasan perceraian (bagi yang beragama selain dari Islam) berdasarkan :
-    Pasal 39 ayat 2 huruf a UU No. 1 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, “Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan”.

-    Pasal 39 ayat 2 huruf f UU No. 1 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, “Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.”

- Pasal 19 huruf a PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, “Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan”.

- Pasal 19 huruf f PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, “Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”.

2.  Sebagai dasar alasan perceraian (bagi yang beragama Islam) berdasarkan:
-  Pasal 116 huruf a Kompilasi Hukum Islam (KHI), “salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan”.
-   Pasal 116 huruf f KHI, “antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”.



Lantas Bagaimana jika perselingkuhan itu tidak memenuhi unsur perzinahan?, Atau, belum sampai pada tahap perzinahan/ persetubuhan?,


Jika anda Istri sah, pasangan resmi sudah sangat kesal dan ingin membawa pasangannya yang berselingkuh ke meja hijau, tetapi tersangka dalam posisi tidak berzina atau tidak memiliki bukti atas perzinahan, ada aturan lain yang bisa dipakai.


Pertama, jika perselingkuhan itu terjadi melalui media elektronik dan mengandung hal yang melanggar kesusilaan, data elektroniknya bisa menjadi bukti untuk menyeret tersangka ke polisi.
Oh iya, saran terbaik saya sebelum melangkah untuk melapor ke Polisi adalah mengumpulkan atau invetarisasi dokumen-dokumen yang anda miliki seperti video YM, bukti cetak tangkapan layar (screenshot) percakapan SMS, chatting WA, e-mail yang dapat membuktikan melanggar kesusilaan dan menimbulkan kerugian (immateriil) kepada anda/ Saudari yakni menimbulkan keretakan dalam rumah tangga Anda.

Aturan yang dipakai adalah UU ITE Pasal 27, ayat 1 berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.” 

Terhadap perbuatan tersebut juga berlaku Pasal 36 UU ITE, yang berbunyi:

"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain."

Mengenai pelanggaran terhadap perbuatan tersebut, dapat dikenakan dengan Pasal 51 ayat (2) UU ITE, yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). Atau juga dapat dijerat dengan UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.


Kedua, jika perselingkuhan tidak terjadi melalui media elektronik, hukum lain yang bisa dipakai adalah KUHP Pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan.

Pasal ini juga bisa digunakan pada orang lain yang dinilai mengganggu keharmonisan rumah tangga atau bahkan merebut pasangan orang.


Hukum itu ibarat buah simalakama.


Mengambil langkah hukum hendaknya menjadi jalan terakhir ; Upayakan dulu Musyarawah/ diskusi dengan Suami berikut Keluarga ; ketika jalan kekeluargaan dan musyawarah telah diupayakan namun tak menemukan titik tengah alias deadlock, alias mentok. Ingatlah kembali pepatah lama, yang mengatakan, "Menang jadi arang, dan kalah menjadi abu."


Maka penting kiranya jika berhadapan dengan permasalahan hukum, datangi dan mintalah nasehat dari ahlinya. 

Seperti tokoh Kinan di serial Layangan Putus, yang selalu meminta nasehat dan pertimbangan Lola yang berprofesi sebagai Pengacara/ Advokat ; di blog ini juga tinggal klik tombol WhatsApp warna hijau koq untuk konsultasi.


Terimakasih, semoga bermanfaat. 😁